• About Me
  • Gallery
    • Calabai In Memories
    • Tambora
  • Running

Little Wonders

~ Give Faith A Fighting Chance

Little Wonders

Category Archives: Adventures

Free in the Deep Blue

28 Thursday Nov 2013

Posted by noralestari in Adventures, Freedive

≈ Leave a comment

Tags

apneabali, bali, CWT, FIM, freedive, freediver, freediving, Indonesian National Record, NR

I am supposed to write about this in my new blog for my underwater activities, but I am too busy to start one and I cannot resist myself to hold the story any longer. This is the best thing ever happened to me in 2013 when I said yes to Julia and Lukas from apneabali (check apneabali.com) to train with them for the One Breath Jamboree 2013. I went back and forth to Bali for the trainings, but I didn’t always get lucky because I am easily attacked by stomach bugs. For sure we know that stomach bug is not good for freediver, because we use belly breathing. Besides, it is not nice to hold your breath while having the (severe) stomachache.

One Breath Jamboree 2013 was my first ever freediving competition. I did 2 dives. One was Free Immersion (descending by pulling the line down and back to the surface by pulling as well) and the other one was Contant Weight (descending by swimming using fins – bifins or monofin). I got white cards for both dives meaning my dives were valid with proper Surface Protocol (take off the facial equipment, give OK sign, and say “I am OK” on the sequentially). So, with the two white cards I am now the First Indonesia Female National Records Holder for Free Immersion and Constant Weight. Thank you a bunch Julia and Lukas! for having me at Apnea Bali.

Image

The dives were amazing easy dives. I am so grateful to have Lukas and Julia as my instructors and coach and safety diver. I really cannot ask for more. It’s more than I deserve. They took good care of me, encouraged me, and they were the happiest persons at the platform when I got my white cards. Lukas even smiled to me on my way back to surface with the tag (yes, we have to bring a tag from the bottom to prove that we reach the depth). He doesn’t smile that much, so seeing him smiling was a huge pleasure!! I mean it and I treasure it!

I miss Bali and Apnea Bali. I wish to go back there soon and dive again. Go deeper and train to be better and better. As Miquel said, freediving is about continuous learning. We don’t stop. We find ourselves by keep learning and keep diving.

Image

Image

Into The Zone

27 Wednesday Nov 2013

Tags

apneabali, freedive, freediving

Into the Zone

I love her! See that smile? I can’t resist that smile. She always knows how to make me feel better. Together with Lukas, they take me for the trainings. And I am grateful for being with them this year, 2012. After the severe accident that took my dear friend away, it was so hard to go back to the water. And yet, I said yes to train with them and that saved me. Now I get back to the water. I even love it more.

Well, what I want to say here is that I really love this picture. I got it last night from Shane. I love the way Julia held me on my relaxation and breathing right before I entered the competition zone so I did not need to use my energy to hang on by my own. I remembered how a wonderful coach she was on that day and with Lukas down there as the safety diver. More than I can ask for. A family where I always feel welcomed.

And by the way, she is Julia the highness, yet the dangerous one. We all love her! ❤

Posted by noralestari | Filed under Adventures, Freedive

≈ Leave a comment

Surga Di Lombok Utara (ACI 2011)

22 Thursday Dec 2011

Posted by noralestari in Adventures

≈ 2 Comments

Kopi hitam panas dan juwet buah anggur khas Lombok menemani obrolan malam kami. Tiba-tiba ada yang nyelutuk “Iya tuh, musti mandi di air terjunnya kalo mau menikah”. Reaksi saya? Tentu saja melongo. “Maksudnya gimana tuh Mas?” tanyaku masih bingung. Ternyata konon mitosnya bagi pengunjung Air Terjun Tiu Teja yang masih belum menikah harus mandi di air terjun tersebut. Mendengar hal ini saya cuman bisa menelan ludah. Perkaranya adalah saya paling malas main air di air terjun karena infrastruktur untuk ganti baju dan mandi sangatlah terbatas.

Keesokan harinya, ketika matahari mulai keluar menuju peraduannya kami pun bersiap-siap untuk tracking ke Air Terjun. Perjalanan ditempuh hampir satu jam, mulai dari melewati keindahan hutan hujan tropis, menyeberang sungai, mendaki bukit kecil, dan tentu saja yang paling menantang adalah digigit lintah. Jenis lintahnya adalah lintah jarum yang kecil-kecil. Akhirnya sampai juga kami ke air terjun yang dimaksud. Hal yang pertama dilihat mata dan yang terpikirkan hanya satu kata “WOW”. Indah sekali air terjun Tiu Teja. Surga indah yang tersembunyi. Belum banyak masyarakat yang tahu akan lokasi air terjun ini. Kami bisa sampai ke tempat ini berkat bantuan dari teman-teman pendamping kami yang luar biasa tangguh dan tangkas.

Tinggi air terjun ini sekitar 40 meter dengan lebar sekitar 10 meter dikelilingi oleh tumbuhan yang masih asri dan lebat. Terdapat pula kolam kecil berisikan lumut. Kolam di kaki air terjun dalamnya sekitar 1.2 meter sehingga aman bagi pengunjung yang tidak trampil berenang sekalipun.

Sejenak terlintas dalam pikiranku, kalau yang seperti ini sih tidak perlu diiming-imingi mitos pun semua orang pasti terjun dan mandi di kolam air terjun yang begitu indah dan segar. Perjalanan yang cukup menguras tenaga terbayarkan lunas tuntas.

Berkunjung ke Lombok harus berkunjung ke air terjun Tiu Teja ini. Lokasinya di Desa Santong. Akses menuju ke pintu air cukup mudah ditemukan. Selanjutnya harus menelusuri jalan setapak. Untuk lebih amannya, Anda disarankan untuk meminta panduan dari penduduk setempat.

Air Terjun Tiu Teja, keindahan dan kebanggaan Lombok yang tersembuyi. Seufuk surga di Utara Lombok.



Merah Putih di Bawah Laut Kenawa (ACI 2011)

22 Thursday Dec 2011

Posted by noralestari in Adventures

≈ Leave a comment

Kenawa, nama yang tidak sering kita dengar. Tapi coba deh cari di internet, Anda pasti akan kagum dengan keindahan gambar-gambar yang ditampilkan. Tempat ini benar-benar indah. Pantai pasir putih masih bersih dan asri dengan sabana yang menguning seakan menyambut kedatangan kami. Bukit kecil di tengah pulau seakan memanggil kami untuk menaklukkannya di siang yang terik membakar. Namun panggilan laut lebih kuat. Dengan semangat menyebarkan rasa Cinta Indonesia, kami segera meloncat ke air membawa Sang Merah Putih. Kami pun tidak menyia-nyiakan waktu untuk mengibarkan Merah Putih di bawah laut Kenawa.

Setelah pengibaran Merah Putih, petualangan snorkeling kami pun  segera dimulai. Jarak pandang yang mencapai 10-15 meter diterangi cahaya matahari memantulkan pemandangan yang luar biasa dari terumbu-terumbu yang masih asri. Ikan-ikan kecil berenang gembira di sela-sela anemon-anemon. Karang-karang warna warni membuat bawah laut semakin indah untuk dipandangi.

Sayang sekali kami tidak bisa menyelam karena belum ada operator menyelam yang beroperasi di tempat ini. Disarankan kepada para pengunjung untuk bisa membawa alat selam dari Mataram sebelum menyeberang dari Pelabuhan Khayangan menuju Poto Tano. Untuk pemandu menyelam, Anda bisa menghubungi Dinas Kelautan yang berlokasi di dekat pantai.

Selesai snorkeling, kami pun mendaki bukit kecil tersebut dan menemukan pemandangan yang luar biasa dari atas bukit. Pemandangan seluruh Pulau Kenawa terlihat dari atas bukit. Tiada kata untuk mengungkapkan  betapa indahnya laut biru Indonesia dan gugusan pulau yang berdiri sendiri namun bernaung dalam satu kesatuan Negara Indonesia.

Untuk Anda yang mencari lokasi berlibur yang masih asri dan berbeda, Kenawa lah jawabannya.




Satu Kata Untuk Satonda: Indah! (ACI 2011)

22 Thursday Dec 2011

Posted by noralestari in Adventures

≈ Leave a comment

Seorang teman yang tinggal di Desa Calabai membawa kami ke sebuah pulau yang indah. Speed boat pun melaju membelah laut yang teduh membawa kami kira-kira satu jam lamanya menuju ke Pulau Satonda. Pulau Satonda tidak berpenghuni, satu-satunya kehidupan tetap di sana hanyalah seekor monyet yang dipelihara oleh pengawas pulau yang selalu datang dan pergi untuk memantau perairan di sekitar pulau untuk melindungi daerah tersebut dari nelayan-nelayan nakal yang memakai bom ikan.

Pulau Satonda sangat cantik dengan dermaga yang cukup panjang membawa kami memasuki pulau tersebut. Kami pun bersiap dan segera meloncat ke dalam air mengikuti teman kami yang sudah duluan menghilang ke dalam air untuk mencari ikan. Sayang sekali kami tidak mempunya kamera underwater  padahal keindahan bawah laut Pulau Satonda tidak cukup untuk dilukiskan dengan kata-kata saja. Perairannya juga cukup unik karena dalam jarak 1 km kami menjelajah dan snorkling, kami melewati beberapa kali pergantian air panas dan air dingin. Terumbunya masih asri dan ikan-ikannya sangat indah. Kedalamannya sekitar 5-8m dengan jarak pandang 20m.

Kesunyian pulau ini cocok untuk kami yang ingin sejenak menyepi dari hiruk pikuk selama perjalanan panjang menuju Desa Calabai. Pemandangan sore yang indah dan sajian ikan bakar hasil tangkapan teman membuat suasana yang sangat menyentuh dan akrab.

Perjalanan kembali ke alam selalu mengingatkan kami betapa besar dan hebatnya Sang Maha Kuasa dan selalu dapat merekahkan kembali secercah senyuman di wajah kami.

Pernah Dengar Air Danau Asin? Jawabannya Ada di Satonda (ACI 2011)

22 Thursday Dec 2011

Posted by noralestari in Adventures

≈ Leave a comment

Di tengah Pulau Satonda terdapat sebuah danau. Danau ini sangat unik karena air danaunya merupakan air asin. Tapi, bukan hanya itu, danau ini juga memiliki keunikan-keunikan lain.

Simak keunikan-keunikan Danau Air Asin Satonda berikut ini:

  1. Danau ini ditumbuhi lumut yang sangat tebal, padahal lumut seyogianya tumbuh di air tawar.
  2. ]Permukaan air danau ini lebih tinggi dari permukaan air laut yang mengelilingi pulau tersebut.
  3. Menurut penelitian yang pernah dilakukan, kadar garam air danau ini lebih tinggi daripada kadar garam air laut yang mengelilingi Pulau Satonda.
  4. Ikan di danau ini hanya bisa hidup sampai seukuran kelingking pria dewasa, selanjutnya pasti mati. Hal ini mungkin disebabkan karena sumber makanan bagi ikan-ikan ini sangat terbatas dikarenakan lumut yang sangat tebal.
  5. Di pulau ini terdapat mitos Pohon Kalibuda. Konon kalau kita menggantungkan batu pada pohon ini dan membuat permohonan, niscaya akan terkabulkan.
  6. Batu yang digantung di Pohon Kalibuda ini harus diambil kembali kelak setelah permohonan terkabul.
  7. Pada tahun 1990-an terdapat goa di sebelah Selatan danau yang menghubungkan danau dengan laut, akan tetapi sekarang goa tersebut sudah tertutup.
  8. Danau ini sangat dalam, yaitu sekitar 70 meter.
  9. Daya tembus matahari hanya mencapai sekitar 10 meter karena terhalang oleh lumut yang sangat tebal.
  10. Konon menurut kepercayaan masyarakat setempat, danau ini merupakan kawah dari hasil erupsi Satonda yang terjadi sebelum erupsi Tambora. Pada saat Tambora meletus terjadi tsunami yang membawa air laut masuk menggenangi Danau Satonda sehingga air danau ini menjadi air asin selayaknya air laut.

 

Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan mengenai Danau Satonda. Tentu saja Danau ini sangat menarik dan cantik untuk dikunjung. Dan, mungkin Anda akan tertarik untuk mencoba mitos Pohon Kalibuda itu sendiri.



Bodoh Tapi Senang! (ACI 2011)

22 Thursday Dec 2011

Posted by noralestari in Adventures

≈ Leave a comment

Perasaan senang ketika mendaki gunung dicampur rasa menyesal kalau lagi capek, bawaan berat, melihat tanjakan terjal di depan, dan mengingat basecamp masih jauh. “Bodoh tapi senang,” mengutip istilah seorang teman. Hal ini juga yang mengantarkan kami menuju pendakian Tambora. Sudah dikasi tahu, Tambora kalau lagi musim hujan banyak pacet gede-gede plus jelatang di kanan kiri atas bawah. Tapi, tetap aja tidak mengubah tekad kami untuk mendaki Tambora.

Pendakian dimulai dari Desa Pancasila menuju pos bawah di dekat Kampung Bali dengan memakai jasa ojek. Pendakian dari pos bawah sampai pos 3 memakan waktu 4,5–6 jam. Jarak tempuh masing-masing pos sekitar 1,5-2 jam dan setiap pos memiliki sumber air. Tantangan terbesar dari pos bawah sampai pos 1 bukan terletak pada jalurnya karena memang tidak terlalu terjal. Tapi, pada pergulatan menantang para penghisap darah yang tidak segan-segan menempel dengan ganasnya. Ukurannnya memang tidak sebesar penghisap darah seperti di novel-novel roman. “HANYA” sebesar jempol pria dewasa saja. Kejamnya Tambora di musim hujan. Seorang teman ditempelin penghisap darah ini di bagian leher. Seram sekali bukan? Yang lain habis digerogotin kaki dan betisnya sampai berdarah-darah dan luka infeksi. Oh ya, penghisap darah ini adalah pacet, bukan drakula “the cullens”.

Selama perjalanan, kami sering menemukan buah berri hutan yang rasanya manis asam kecut, segar dan lumayan untuk bikin melek. Juga sering terdengar kicauan burung Rawamu yang lebih tepatnya mirip nyanyian. Rawamu sendiri berarti nyanyian untukmu. Jadi konon, si burung bernyanyi untuk mengiringi para pendaki.

Pendakian kami berhenti di Pos 3 yang kami jadikan sebagai basecamp. Pos 3 memiliki sebuah beruga kecil yang bisa memuat sekitar 4-5 orang. Cukup nyaman untuk berlindung di malam hari. Ada sebuah pohon besar yang konon menurut legenda setempat ditunggui oleh seorang wanita cantik yang bisu, putri dari seorang syekh.

Pendakian dari pos 3 menuju puncak kira-kira memakan waktu sekitar 5 jam dengan tanjakan yang lumayan terjal. Tapi jalur yang terjal tidak seberapa menyakitkan dibandingkan dengan sapuan mematikan dari para jelatang yang siap menghajar siapapun yang berani memasuki jalur ini. Kanan kiri atas bawah, bersiaplah para pendaki! Karena panas perih yang ditimbulkan para penantang jalur ini bisa bertahan selama berjam-jam. Apalagi kalau tepat menghantam di wajah…pediiiiih! Kami berangkat sekitar pukul 03.30 dini hari dan mencapai puncak sekitar jam 9 pagi hari termasuk berhenti untuk sholat karena hari itu adalah Hari Raya Idul Adha.

Puncak Tambora memiliki kawah yang sangat luas dan dalam. Pemandangan yang disajikan pun luar biasa indahnya. Lebih dari cukup untuk membayar pengorbanan selama pendakian. Jalur puncak merupakan jalur bebatuan kecil. Puncak tambora sendiri berupa tanah datar yang tidak terlalu luas dengan ketinggian 2,851 mdpl. Ketika di puncak kami tidak bisa berlama-lama, hanya 8 menit saja karena kabut mulai naik. Kami harus bergerak cepat untuk turun berpacu dengan kecepatan kabut yang sangat bersemangat untuk menutupi jalur kami turun.

Untuk turun relatif lebih cepat, diperlukan sekitar setengah lamanya waktu pendakian. Kami mencapai basecamp pos 3 sekitar jam 13.00 siang. Setelah makan siang dan bersiap, kami memulai perjalanan turun sekitar jam 15.30 siang. Perjalanan turun relatif berat karena pacet-pacet yang ganas pada siang hari ternyata lebih ganas lagi ketika hutan mulai gelap. Kami mencapai pos bawah sekitar jam 18.30. Para ojek sudah menanti kami dengan setia dan siap membawa kami pulang.

Banyak pelajaran berharga yang kami dapatkan dari pendakian Tambora. Salah satunya adalah mengenai kepercayaan lokal mengenai gunung ini. Konon, Tambora terkenal dengan segala kemistisannya karena pada letusan dahsyat tahun 1815 memakan korban jiwa sekitar 79.000 jiwa termasuk 11,000 jiwa yang terkubur hidup-hidup. Banyak yang percaya hal ini membuat Tambora banyak penunggunya. Kami sendiri mengalami beberapa keanehan dan sebenarnya ketika diceritakan kembali oleh guide dan pendamping kami yang bisa “melihat” ternyata sangat MENYERAMKAN!

Akan tetapi, seramnya kemistisan Tambora ternyata ada yang lebih seram lagi yaitu guide kami yang merangkap porter mendaki hanya dengan modal sandal jepit murah yang biasa dijual di warung. Astagaaaa! Dan semua olah raga jantung yang kami alami bersama pacet dan jelatang ternyata harus bersaing dengan adrenalin yang ditimbulkan oleh perjalanan kembali ke Desa Pancasila memakai ojek motor bebek di jalur tanah yang licin luar biasa oleh hujan. Benar-benar pendakian yang memberikan pengalaman luar biasa bagi kami mulai dari naik sampai kembali ke Desa Pancasila.

Pendakian 2 hari hanya untuk berada di 2,851 mpdl selama 8 menit. Benar-benar “bodoh tapi senang”.



Di Calabai Bisa Ngapain Aja Sih? (ACI 2011)

22 Thursday Dec 2011

Posted by noralestari in Adventures

≈ Leave a comment

Pernah dengar Calabai? Sebuah desa nelayan kecil di Utara Sumbawa. Desa ini begitu indah dan terletak di tepi laut. Kesederhanaannya begitu mebekas di hati kami.

Di Calabai, tidak banyak kegiatan yang bisa kami lakukan. Namun hal-hal sederhana yang selama ini terlupakan kembali mengisi ingatan. Seperti mandi di sumur. Mana bisa mandi di sumur bila tinggal di kota besar, apalagi yang sepadat dan sesibuk Jakarta. Mandi di sumur begitu segar dan menyenangkan. Kami harus menimba dulu dan lama-lama otot pun terbentuk. Kesehatan dan stamina pun meningkat dengan melakukan hal yang alami ini.

Mancing Malam. Hal lain yang tidak bisa ditemukan di kota. Malam-malam kami naik perahu motor kecil pergi ke tengah laut dan mancing. Tahu tidak dapat apa? Ga dapat apa-apa! Padahal sudah nungguin berjam-jam dan pindah tempat 2 kali. Terakhir malah dapat ular laut. Langsung kami lepas dan pulang. Menyenangkan sekali pengalamannya. Kesabaran pun diuji sambil ditemani taburan bintang dan senyuman manis sang bulan.

Makan lesehan di lantai? Sudah biasa ya. Banyak restoran sekarang yang bikin lesehan. Namun lesehan di lantai tanah yang masih alami, makan ikan bakar hasil nembak dan dikelilingi kucing-kucing liar yang ingin ikut makan? Nah ini baru luar biasa. Ayam-ayam pun ikut berkeliling seolah-olah mengantri jatah makanan. Begitu alami, begitu sederhana.

Berenang sore-sore di tepi laut, loncat dari anjungan. Begitu mesra dan akrab terasa bercengkerama di sore yang begitu teduh. Begitu berbeda dengan kesibukan kota besar. Di sini kami saling mengenal, saling tertawa bersama, berenang bersama.

Semua hal-hal yang tidak biasanya kami lakukan di kota besar kini terasa begitu dekat dan akrab di hati. Kembali ke alam selalu mengingatkan diri ini untuk selalu bersyukur dan jujur pada diri sendiri.



Batu Mesir (ACI 2011)

22 Thursday Dec 2011

Posted by noralestari in Adventures

≈ 2 Comments

Tidak banyak orang yang tahu tempat yang namanya Batu Mesir. Tempat ini terletak di Desa Santong di Lombok. Batu Mesir sendiri merupakan area persawahan dan perkebunan. Dari Batu Mesir kita bisa melihat matahari terbenam dan menghilang di antara tiga pulau yang berjejer. Yak! Betul sekali apa yang ada di pikiran Anda, pulau-pulau tersebut adalah Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno. Kata “Gili” sendiri berarti pulau kecil.

Tempat ini sendiri dinamakan Batu Mesir karena dulu pemilik tanahnya bernama Papuq Mesir. Tempat ini jarang dilalui orang dan masih terpencil. Pendamping kami adalah orang asli Santong sehingga beliau tahu “tempat rahasia” ini.

Bagi Anda yang ingin hunting pemandangan matahari terbenam di Lombok, tempat ini tidak kalah indahnya dengan tempat-tempat lain. Selain itu Anda juga bisa merasakan suasana sejuk di daerah ini.



Tak Pernah Kita Pikirkan Ujung Perjalanan Ini (ACI 2011)

22 Thursday Dec 2011

Posted by noralestari in Adventures

≈ Leave a comment

Torowamba merupakan akhir dari perjalanan petualangan kami. Ternyata untuk menutup petualangan, kami memang harus melakukan pencarian selama dua hari untuk bisa menemukan pantai yang terpencil namun sangat indah ini. Benar-benar petualangan yang sangat menakjubkan.

Torowamba terletak cukup jauh dari kota Bima. Hari pertama setelah pencarian selama seharian lamanya kami tidak menemukan Pantai Torowamba karena petunjuk yang kurang jelas. Akses yang sebelumnya bisa dipakai mencapai Pantai Torowamba sudah dijadikan tambak udang yang berhektar-hektar luasnya. Akhirnya setelah beristirahat sehari, kami memulai pencarian kami lagi.

Nah untuk menemukan tempat masuk ke arah pantai ini, Anda harus mengikuti jalan mulai dari Pelabuhan Sape ke arah tambak udang, melewati Perkampungan Bugis. Perjalanan masih terus mengikuti jalan besar dan menanjak mengitari punggungan. Setelah Anda bisa melihat tambak udangnya, Anda harus terus berjalan sampai Anda melihat adanya kabel listrik di tepi jalan. Susuri saja kabel listrik tersebut sampai Anda bertemu dengan jalan yang cukup untuk satu mobil, berbelok ke kanan. Jalan kecil tersebut akan membawa Anda menuju ke Pantai Torowamba.

Dulu di pantai ini ada penginapan. Namun sekarang sudah tidak berpenghuni dan terbengkalai. Hal ini mungkin dikarenakan susahnya akses menuju ke pantai ini. Padahal pantai ini berpasir putih bersih dan sangat indah. Langit pun terasa lebih biru di pantai ini. Anda tidak percaya? Datang, lihat, dan buktikan sendiri keindahan Pantai Torowamba yang tidak kalah dengan pantai-pantai tersohor lainnya.



← Older posts

Blog at WordPress.com.

Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
  • Follow Following
    • Little Wonders
    • Join 80 other followers
    • Already have a WordPress.com account? Log in now.
    • Little Wonders
    • Customize
    • Follow Following
    • Sign up
    • Log in
    • Report this content
    • View site in Reader
    • Manage subscriptions
    • Collapse this bar
 

Loading Comments...