Barusan banget habis mampir di Group FB MAPEKA. Ada video pendek pas pelepasan Diklatsar XXXV. Melihat senyum-senyum di wajah calon anggota baru itu mengingatkanku apa sih arti MAPEKA itu bagiku.

Dulu pas daftar ikut Diklatsar MAPEKA apa sih yang sebenarnya ada di otakku? Banyak unit kegiatan lain yang bagus-bagus. Ga ikut unit kegiatan juga ga jadi masalah pas tahun kuliahku. Trus apa donk? Ikut-ikutan teman? Ga juga sebenarnya. Malah hampir semua yang kuajak daftar barengan ga ada yang mau. Lalu…merasa ketipu ga sih masuk MAPEKA? Jujur aja selama diklatsarnya mah berasa banget ketipu. Gimana engga coba? Diklatsar 12 hari! Gunung, sungai, hutan, disuruh survival hanya dengan 5 batang korek api saja tanpa makanan dan tanpa air, rawa, dan longmarch. Belum lagi kaki yang blister dari ujung jari sampai ujung tumit. Blister infeksi karena kena air, tanah, pasir, lumpur, dibawa jalan berapa puluh kilo di aspal yang panas pas longmarch. Edan banget pokoknya.

Setelah lama di Mapeka, masih nyesal ga sih? Sejujurnya aku bersyukur banget dulu daftar masuk MAPEKA. Di MAPEKA, kita belajar sangat banyak hal. Mulai dari belajar berorganisasi, ilmu hutan gunung dan orientasi medan, ilmu medis, caving, climbing, dll. Tetapi banyak sekali hal yang mungkin ga akan aku dapatkan kalau bergabung di unit kegiatan lain. Salah satunya adalah mental dan kekeluargaan. Dulu kalau yang namanya rapat anggota, siap-siap deh seharian (dan semalaman) di ruang rapat. Dan serunya, semuanya demokrasi banget. Semua berpendapat, mulai dari cara paling halus ampe paling ekstrem (baca: lempar-lemparan kursi) semuanya ada di sini. Tapi begitu keluar dari ruang rapat, peluk-pelukan lagi, makan bareng, candaan lagi. Semuanya hanya terjadi dan selesai di dalam ruang rapat saja. Tapi hasilnya sekarang kalau diaplikasikan di kehidupan kerja, mau dimaki-maki bos, diomel-omelin, tetap aja tegar. Ga pake acara nangis-nangisan, bete, pundung, dll. Wong dulu dah pernah yang lebih parah.

Kalau mau diakui mah, kehidupan berorganisasi di MAPEKA cukup keras, tapi untuk hal ini aku bersyukur karena membuatku (anak bungsu yang selalu dimanja di keluarga) bisa belajar untuk tegar, mandiri, dan ga manja.

MAPEKA bagiku adalah tempat belajar yang luar biasa. Tempat di mana kita bisa membuat kesalahan dan belajar dari kesalahan tersebut untuk menjadi orang yang lebih baik. Tempat di mana kita bisa berprestasi dan belajar untuk tetap tidak sombong.

MAPEKA bagiku adalah keluarga. Tempat di mana kita selalu bisa berpaling dan bercengkerama. Kalau ga ada tempat menginap di Bandung, tinggal datang aja ke sanggar. Bisa tidur, nonton tivi, bikin kopi, bikin indomie, mandi, menikmati udara malam Bandung dan pemandangan citylight.

MAPEKA is my family, my life.