Di Lombok tengah ada sebuah desa bernama Sukarara. Mata pencaharian masyarakat desa ini kebanyakan adalah pengrajin kain tenun. Setiap hari mereka menenun kain dan menjualnya di toko-toko mereka sendiri.
Saat kami berkunjung ke sana sudah hampir maghrib. Tidak banyak toko yang masih buka. Kami memasuki salah satu toko yang cukup besar untuk melihat-lihat dan mengenal seperti apa kain tersebut. Kain tenun tradisional tersebut bernama kain Songket, cukup terkenal di Indonesia. Kain Songket ini dipakai sebagai bagian dari pakaian tradisional yang bernama Baju Lambung.
Untuk menenun satu kain Songket diperlukan minimal satu minggu untuk motif yang sederhana. Semakin rumit motifnya semakin lama waktu yang diperlukan, bisa sampai berbulan-bulan. Satu kain ini dijual mulai dari harga 300an ribu sampai 2 jutaan. Cukup mahal memang, namun mengingat bahan, motif, dan waktu pengerjaannya, harganya cukup masuk akal. Ada ukuran mulai dari anak-anak sampai dewasa.
Konon, para wanita di Desa Sukarara ini harus bisa menenun kain Songket sebelum menikah. Dan hal yang paling sulit dari menenun kain ini adalah menentukan motifnya di awal, karena yang terlihat mata di alat tenunnya hanyalah benang, benang, dan benang, dan benang lagi tetapi ketika ditenun bisa menjadi kain bermotif dan berwarna-warni. Bukan hal yang gampang tentu saja.
Kami sempat mencoba belajar menenun dan alhasil pinggang pun sakit karena harus duduk tegak dan mengandalkan kekuatan pinggang. Sedangkan tangan harus lentur di pergelangan dan menghentakkan alat tenun dengan lembut namun kuat. Semakin rumit saja bagi kami orang awam ini. Semakin kagum pula kami akan kehebatan masyarakat desa ini. Kain yang mungkin keliatan sepele namun dikerjakan helai demi helai dengan penuh keuletan dan ketelatenan. Luar biasa!
Bangsa kita memiliki sangat banyak budaya dan semuanya itu menjadikan kita kaya di dalam keberagaman.